Kethek Ogleng, Kesenian Khas Kediri yang Hampir Punah
Sukses di Tiongkok karena Mirip Sun Go Kong
Menurut Guntur, tari Kethek Ogleng sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Tari ini mengalami masa puncak pada era 70-an. Tari Kethek Ogleng sangat familiar di masyarakat. Tak hanya tampil di acara-acara budaya atau resepsi resmi. Tapi banyak juga seniman yang mengamen berkeliling kampung, memeragakan tari tersebut.
Membawakan tari Kethek Ogleng tidaklah mudah. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan. Mulai dari kostum dan perangkat gamelan. Itulah yang menyebabkan tidak banyak orang yang bisa melakukannya. “Gerakan tarinya juga cukup rumit,” lanjut Guntur.
Seiring berjalannya waktu, tari Kthek Ogleng perlahan-lahan mulai jarang ditampilkan. Pada era 90-an kegemaran masyarakat dan seniman mulai bergeser. Mereka lebih suka memainkan jaranan yang gerakan dan musiknya lebih sederhana. Tak heran bila saat ini warga Kediri lebih mengenal jaranan sebagai seni khas Kediri dibandingkan Kethek Ogleng.
Apa yang membuat Kethek Ogleng menjadi kesenian khas Kediri? Guntur mengatakan sebenarnya tari tersebut berasal dari legenda Kota Kediri. Yaitu kisah percintaan Panji Asmorobangun dengan Dewi Sekartaji dalam Cerita Panji.
Kera atau kethek yang ditampilkan pada cerita tersebut adalah jelmaan dari Panji Asmorobangun. Dia berubah wujud menjadi seekor kera putih yang sedang mencari calon pendamping hidup.
Saat berkelana di hutan kera putih berjumpa dengan Endang Roro Setompe yang merupakan nama lain dari Dewi Sekartaji. Melihat sosok Dewi Sekartaji yang cantik jelita, Panji pun tergoda. Namun sayangnya Sekartaji tidak mau memiliki suami seeekor kera. “Akhirnya Sekartaji meninggalkan kera sendirian di tengah hutan,” cerita Guntur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar